Selasa, 27 Oktober 2015

Civilization cycle

Jews had been through their worst period of time in 1941, when 70% of their population, 90% in Poland alone, was killed by Adolf Hitler, a holocaust that could see they extinct like the dinosaurs. 

But they didn't. In small group, they survived. The survival was with extreme phobia, fear and humiliation and after years now regarded as a miracle of the chosen ones. 

Men are great biological machines. Israeli has proved it. Under such torture they regrew, rose to become a great nation with great minds. The suffering made them stronger, better in all field. And we should rationally aware and understand, why the Zionist actually have that 'greater israel' conspiracy, and be prepared to fight them to death when time comes. 

The progress of the Jews was at the expense of indigenous Arab in Palestine who were maybe too gentle in handling the aggressive immigrants who once came to Jerusalem to perform pilgrimage, now had settled and force the native of the land to congest to death at the West Bank and Gaza strip. Apart from theological concern, all we can see is just how the nature works. Sunnatullah. The law that never change since ever. Not only in Palestine that Arabs now failed, but almost all over the middle east except Arabs that already taken western culture as their lifestyle, like the UAE, Qatar and Bahrain.  

The question now is how low muslim in the middle east should fall? On what scale the suffering could become a switch to trigger another historical survival for greatness. In what field will they become great? Biology? Electronics? Techs now seem saturated. What shape the smarter smartphones will be invented by the Palestinians? A phone embedded in the skull?

Today's tech are all from Israel. The foundation of classical science was set up by the great Muslim after their fall into jahiliyyah period, and that is a thing in the past. The great renaissance has just passed. Now, the power is Israel and their allies. The jahiliyyah once again fall on us, muslims. We are heading to the bottom.

As the history of the civilization tell us, in some time ahead the high will fall, the low will rise. But when? Where is the bottom? 20%? 

InsyaAllah there is still time. To speak of how close the qiamat is, on the scale of the age of the universe, our grand grand child might still have a chance to achieve some technologies beyond our imagination. 


Based on total energy consumption on the planet, a study by Kardashev revealed that human civilization level can be put on a scale from 0 to 3. Current human civilization is type zero. Our power source is dead dinosaurs, solar flare go to waste everyday and nuclear is still exclusive for certain primates. One day this will not enough. Energy starved by exponential population growth will push us to the type 1 civilization.

Type 1 civilization is a a group of human who can harness all energy received by the planet from its parent star - the sun. This civilization can finally control the volcano, tide and any type of energy regulated by earth system to power up their huge machine - flying car magnetic rail, super train, or pacific rim robots to fight kaiju.

Type 2 civilization is the generation who can harness the great power of the sun, totally. Probably by installing a rig hovering the surface of the Amun and suck it flare. At that time, some of our great great grandchild may already have departed earth to a new planet.

Type 3 civilization is the human generation who can harvest the energy of the stars in their galaxy. What they can achieve is beyond our imagination, for now.

Ok, we are now at 0.72 type, not totally 0. By saying that, the most probability we can achieve type 1 industry is in a couple of centuries - 2215. By this time, which nation will lead this transition of human race? Israel? US? Or... may be the people of the desert who run out of fossil fuel business? May be Syrian. May be a small survivors of a bloody hell middle eastern war.

Arabs are great machines running a corrupted program. One day, with an aligned mental, they will again rise. Probably. InsyaAllah. 

Sabtu, 24 Oktober 2015

Facebook, Twitter dan Blogger

Semenjak aktiviti online mula bertumpu di FB dan twitter, blogspot semakin dipinggirkan. Bukan dipinggir terus, tetapi jadi jarang saja.

Semua benda yang ditulis sekali lalu, even tanpa menggunakan backspace, tidak lagi sesuai untuk dijadikan posting blog. Semua itu kini berlaku di FB.

Blog lalu menjadi kanvas yang lebih official, yang lebih kredibel untuk rujukan pada masa akan datang. Fakta dan rumusan lantas jadi serius, dan penulisan lalu jadi kaku.

Golongan 80-an, yg meliar di akhir 90-an, dan mengenal komputer sewaktu perubahan millenium mengenali benda online secara secret. Saya dan rakan2 dulu ramai anonymous di internet. tak kira di mirc, forum atau malah friendster, mereka dan saya mempunyai id yang lain. id maya dan id fizikal tak match.

Bila pertama kali mengenali FB, sosial di internet jadi lain. saya jadi kekok sebab sudah tidak boleh meliar dengan identiti anonymos dahulu. Mak, adik, bos, member semua bercampuran di facebook sama macam di supermarket. It is no longer the same.

And then, saya mula mengenali watak2 online satu persatu, ada yang unexpected, ada yang sebaliknya melalui get together ahli forum dan bloggers. Substance online kini lebih kredibel dan boleh bawa anda masuk jel.

Apabila menulis tentang agama, saya lalu jadi lebih hati-hati dalam meluahkan rasa. Lalu blog post saya tentang agama akan ditulis hanya apabila study saya lengkap. Sesi berkongsi tentang buku yang saya baca pun agak terhad sebab buku2 saya semakin lama semakin menjauhi norm yang kita pelajari di kelas agama di sekolah. subjek yang sensitif untuk pembaca umum tak elok dibahaskan secara terbuka. Ini hikmah yg nabi ajar, agar kita tidak dihinggapi tagging-tagging seperti syiah, wahabi, sekular dan sebagainya.

kadang2 kita berfikir untuk buat sesuatu untuk merubah 'mental' bangsa kita. paling malas adalah tulis blog, atau menulis bantahan terhadap sebarang post yang menjatuhkan maruah agama di FB. Itu paling malas. Masalah bila membuat usaha paling malas ini ialah diri sendiri tu malas ada hati nak nasihat orang. itu sejenis masalah sebenarnya.

manusia spesis macam saya ramai. spesis yg grad dari sekolah agama, yang mempunyai basic agama yang paling asas yang apabila melihat golongan yang mahu beragama tapi 'salah paham' tentang perkara paling basic, spesis kami jadi malas nak memantapkan diri untuk berhadapan dengan mereka. kadang rasa buang masa, sibuk kerja, dan selalunya sebab rasa malas. Nak kena study, nak kena baca buku, nak kena tulis bla bla bla...

apabila meminggirkan diri dari membahas perkara-perkara asas dalam agama, akhirnya, diri sendiri yang hilang rujukan. Memory loss. hal agama bila nak bercakap dengan kawan takleh main rasa-rasa dia akan reject even sebelum dia dengar. Kalau dia nak dengar jugak pendapat 'rasa-rasa' saya, saya akan bagi keywords untuk dia cari dalam kitab hadith atau kitab Arab. Itu je yg saya mampu. Dan hati akan jadi pedih sebab tak mampu nak pertahan memori yang telah saya kumpul selama ini. Gagal buat notes, gagal untuk stay sharp.

Melihat pattern mentaliti keagamaan Melayu di facebook saya jadi risau. Apa lah nasib anak2 saya nanti, bagaimanakah dunia mereka. Kita diberi peluang hidup hanya sekali. Saya kadang jelous tengok masyarakat di US, di Europe yang majoriti mereka hidup dengan harmoni, bijak, empatic, dan mereka enjoy diorang punya kreativiti, they create things, they explore things, dalam pada masa yang sama mereka patuh pada rules, civil rules atau emphatic rules.

Lihat dunia middle east, jahiliyyah sedang memakan kaum muslim. Keruntuhan ini bukan sebab Islam salah, tapi hukum antropology manusia memang macam tu. Kita fikir kita ni ada free will, tapi arwah Stephen R Covey barangkali sekarang ini dah sedar yang manusia tiada free will. Kalau ada pun tidak banyak. Kita ni makhluk bumi yang tetap tertakluk pada qadar, pada qada. Lain bentuk muka bumi, lain lah perangai manusia and nothing we can do about it. Allah rules. Middle east, dengan minyaknya, sejarahnya dan manusianya, apabila kita buat analisa, kita tahu someday mereka memang akan jadi macam ni. Berpecah kepada beberapa negara yang jumud, juga kepada negara-negara yang moderate macam Turki. Dubai, Qatar, Bahrain... negara ini liberal macam Turki. Saudi, Egypt, Iraq... rigid dengan toghut masing-masing. Nothing we can do, nothing we can change, time will tell us what will happen to them when world power is not balanced.

Itu high level view. Turun ke dalam sosial masyarakat, saya jadi kesian dengan orang Saudi. Tiada entertainment, tak ada common sense dan tak ada life, sebab mereka sejenis manusia yang follow tradisi. People who follow tradition of elders. Mereka juga tak ada kecenderungan untuk bersaing dengan pemikir US, Jepun, Korea, Jerman atau siapa saja, sebab mereka ada minyak dan orang di sekeliling mereka sukakan minyak, so they get these people to work for them for oil. Saudi did not choose to be like Saudis today, it is the way nature works. Allah made earth such a way that human on it will vary in their language, mental, tradition, as well as their future.

That make us Malay with our own tradition, our own identity. Why the hell Malays wear Saudi's clothes on routine basis? Arab celup? Think for a second. The climate is different, the environment is different, the social is totally different, and those are the points to concern when you choose your attire. If the prophet was born in Iceland will you wear snow jacket as routine? No, right?

["Engkau pun cakap omputeh, broken pulak tu..."]

Shut up. Ehem...

Kita harus menjadi lebih liberal dalam berfikir, bawa semua ke makmal untuk 'acid test'. Apa saja, termasuk Quran sendiri kerana Quran itu dokongannya ilmu, bukan sebab manusia kata dia special maka kita terima dia spesial. Tidak. Kita mesti pimpin masa depan bangsa kita. Berdasarkan perkara yang kita ada di tangan - ilmu, data dan statistic. Ilmu, data dan statistik ini semua ciptaannya Tuhan. Kita ada satu set masalah yang berbeza, maka sangat jelas mengapa Quran memberikan kita fleksibiliti untuk mencipta satu set penyelesaian yang berbeza. Apabila penyelesaian kita tersangkak di zaman Imam Shafie, justeru kita lihat bangsa kita gagal pada banyak lapangan.

[We have to be more liberal. We have to take charge of our future. We have to lead with what we have in hand - our knowledge, data and stats. This is all from the almighty God. We now have different set of problem, thus it is obvious why Quran gives us flexibility for us to create different set of solution. When our solution stuck in the Era of Imam Shafie, then obviously we failed in so many area.]

For the people before us who tried their best to teach their people with sound thoughts, speeches, and solutions, we must respect them. All the imams, the raawi, the sirah tellers, all of them, we must give them highest respect. One type of respect is to solve errors that were beyond their control, unseen at their time due to limit of technology.

Dan cycle itu pun bermula, iaitu semalas-malas usaha untuk selesaikan 'error' dalam agama - facebook. oh, God, I am lame.


Jumaat, 2 Oktober 2015

Makan garam dulu tu yang banyak masalah

Aku dah selamat sampai kembali ke Jeddah. Berseorangan. Dua minggu terasa sekejap sangat seperti sekelip mata. Juga terasa seperti sekelip mata aku dah berumur 34 tahun dan ada dua orang anak. Damn... time really is flying.

Absyar dah 6 tahun, tahun depan masuk darjah 1. Akif dah nak masuk 2 tahun, dan tahap keradioaktifan dia semakin menjadi-jadi. Semalam kitorang ke KB Mall, sempat beli laptop satu untuk kegunaan pengurus Sue Photostat & Printing di Besut dan kami ke Digi untuk tukar pospaid plan ke prepaid. Selepas ambik nombor giliran, Akif tarik seluar saya dan minta kertas kecik tu. Saya pun bagi la. Lepas tu, abang dia pun nak jugak. Mereka mula berkejaran dan berebut. Absyar akhirnya berjaya mendapat kertas tu, dan Akif pula berjaya menggigit perut Absyar dalam usahanya membalas rampasan itu. Apabila ibunya mengkritik perbuatannya, dia gigit paha ibunya pula dan secara automatik dia dihadiahi sekeping pelempang.

Mereka bertiga berkabung selama seminit sebelum kembali sambung berlari.

Saya berdiri di dinding kaca kiosk Digi, memerhati. Tak tahu nak gelak ke nak bikin muka serius. Sebab saya berfikir bagaimana harus saya didik mereka untuk jadi orang berguna. Dalam keadaan saya sendiri tak adalah berguna mana. Seingat saya masa bujang dulu, saya tak pernah ambik serius soal hidup. Apabila orang yang saya cintai perlu menghadapi 'kehidupan', then I have to be serious for them. Dan sering kali fikiran saya hanyut ke throwback, ke masa-masa lalu, bagaimana saya evolve dari Maahad Muhammmadi, lepas tu ke USM, lepas tu bernikah, dapat anak dan bagaimana dua anak ini setelah itu overhaul mental saya untuk jadi somebody yang lebih cool berbanding masa kolej dahulu. Subconsciously, I learned from them more than what they can learn from me. 



Future is more advance than past

Budak sekarang makin bijak. Mungkin peranan susu formula. Mungkin beberapa protein DNA diorang mutate jadi kromosom lebih power. Tapi seriously. Nak banding saya masa 6 tahun dengan Absyar sekarang jauh sekali. They are born for future, and future always more advance than the past. Diorang punya genetik ada preinstalled capability yang saya dulu takde. Jadi boleh nampak diorang pick up agak laju untuk memahami logics dan emosi. Saya kena hati-hati untuk tidak slow down diorang punya progress. I have to manage them, which in the process I learn a lot from them.

Mak bapak sejenis artifak. Kita ni klasik, dalam pemikiran kita banyak bahan sejarah yang kadang-kala masih kontrol kita punya decision making process. Budak2 pula sejenis empty vessel, bekas kosong yang tak ada interest untuk mereka protect. Dia nak tanya soalan dia bukan pikir perasaan orang. Absyar pernah cakap sebelah bangla salam komuter, abah bau apa ni busuknya. Dia juga pernah tanya kenapa kulit dia hitam, atau soalan kenapa manusia kena mati, Absyar nak hidup seribu tahunlah taknak lah mati tak best... terkedu...

Soalan-soalan tumpul macam ni yang banyak attack muzium dalam otak mak bapak. Saya percaya mana-mana mak bapak pasti akan kena serang dengan soalan suci macam ni. Kadang2 kena gaya, boleh buat saya duduk termenung dan berfikir layak ke saya ni jadi seorang ayah...

Hidup 34 tahun beri saya pengalaman. Pengalaman ini yg sebenarnya boleh buat saya korup. Especially bila kita baligh then kita start develop kecenderungan ke arah dunia. Cenderung ke arah seksual, ke arah duit. Bila kita dah 'shake hand' dengan biological drive untuk survive, kadang2 kejujuran jadi taruhan. Manusia makin tua, makin tak jujur makin berbelit. Bila duduk lihat telatah budak2, kesan terapi minda tu sikit sebanyak ada. They teach me how to be pure again. How to act and think naturally without bias, without fear.


Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Goodreads

Books I read

A Brief History of Time
Seven Habits of Highly Effective People
The Power of Now: A Guide to Spiritual Enlightenment
Hadith 40
ESQ Way 165
Lā Tahzan: Jangan Bersedih!
A World Without Islam
A History of God: The 4,000-Year Quest of Judaism, Christianity, and Islam
No god but God: The Origins, Evolution and Future of Islam
Muhammad: A Prophet for Our Time
Parallel Worlds: A Journey Through Creation, Higher Dimensions, and the Future of the Cosmos
The Road to Mecca


Khairi's favorite books »